Salah satu arah kebijakan baru dalam bidang pendidikan sebagai wujud merdeka belajar yang mulai dilaksanakan tahun 2021 adalah Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) dan Survei Karakter (SK) yang mengantikan Ujian Nasional (UN).
Masa Ujian Nasional sudah hampir habis tinggal menunggu waktu di bulan April 2020. Walaupun belum ada regulasi secara resmi tentang AKM dan SK namun arah untuk perubahan itu sudah hampir pasti karena sudah dimulai sosialisasi dikalangan kepala dinas pendidikan dan tenaga pendidik lainnya pada bulan Desember 2019. Bahkan soal-soal AKM sudah mulai diperkenalkan kepada guru mata pelajaran melalui media oline.
Alasan utama sehingga UN akan diganti dengan AKM dan SK ada beberapa hal yaitu:
Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) adalah alat ukur yang mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan para siswa untuk mempelajari materi lain. Kemampuan yang dimaksud mencakup kemampuan literasi dan numerasi ( analisa suatu bacaan untuk memahami konsep dan analisa angka-angka) .
Kata minimal diartikan bahwa tidak semua konten di dalam kurikulum diukur di dalam AKM, akan tetapi yang diukur adalah keterampilan dasar yaitu literasi dan numerasi.
Adapun fungsi AKM adalah untuk memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimal yang ditentukan.
Dengan kata lain fungsi AKM bukan digunakan sebagai laporan hasil belajar kognitif dan keterampilan kepada orang tua peserta didik seperti selama ini, akan tetapi memetakan kompetensi minimal antar sekolah dan daerah.
AKM juga tidak dilaporkan secara individu seperti rapor yang diterima peserta didik sekarang, namun berupa laporan agregat yang fokus kepada peningkatan internal dari waktu kewaktu sehingga bukan komparasi kelompok.
Ditinjau dari segi pelaksanaan AKM tidak dilaksanakan diakhir jenjang akan tetapi dilaksanakan di kelas 4 SD, kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA/SMK, dengan tujuan untuk memberikan waktu bagi peserta didik dan sekolah melakukan perbaikan sebelum lulus dari jenjang sekolah tersebut.
Materi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mencakup literasi dan numerasi . Literasi dan numerasi bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, melainkan kemampuan menggunakan konsep untuk menganalisis sebuah materi.
1. Literasi
Literasi merupakan kemampuan bernalar dengan menggunakan bahasa, kemampuan menganalisa suatu bahan bacaan (teks) dan memahami konsep-konsep untuk dapat digunakan memahami materi lain.
Dengan demikian literasi bukan sekedar keterampilan membaca akan tetapi kemampuan bernalar tentang teks dan angka. Materi literasi nantinya akan diperluas menurut jenisnya seperti: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital,, literasi financial dan literasi budaya dan kewargaan.
Sebagai contoh dalam aspek kompetensi membaca dikategorikan menjadi tiga jenis yang mencakup kemampuan mengungkapkan kembali informasi (retrieving Information), mengembangkan interpretasi (developing an interpretation),merefleksikan dan mengevaluasi teks.
2. Kemampuan Numerik
Merupakan kemampuan bernalar dengan menggunakan matematika. Pengetahuan dan kecakapan untuk: menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari, dan menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.)
Kemudian menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.Numerasi yang dimaksud mencakup Bilangan, Operasi dan perhitungan, Geometrid an pengukuran dan Pengolahan data
Menurut Kemendikbud bahwa soal AKM menyerupai soal PISA ( Programme for International Student Assesment) merupakan studi international tentang penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains peserta didik berusia 15 tahun yang dikoordinasikan oleh OFCD ( Organisation for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris.
Menurut rencana pelaksanaan AKM juga akan melibatkan kerjasama dengan OFCD sehingga pelaksanaan AKM dapat menjamin peningkatan mutu.
B. Survey Karakter (SK)
Survey Karakter (SK) adalah survey yang dilakukan untuk mengukur kondisi ekosistem sekolah lingkungan belajar yang lebih bersifat sosial emosional, serta kualitas proses belajar-mengajar di tiap sekolah sebagai implementasi nilai-nilai dari Pancasila seperti, bagaimana karakter gotong royong berjalan disekolah, apakah toleransi sudah terlaksana dengan baik, kebhinnekaan di sekolah, apakah peserta didik senang dan merasa bahagia dalam belajar maupun berada dilingkungan sekolah dan lain-lain
BACA JUGA: KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS
Untuk dapat mewujudkan AKM dan SK tentu saja bukan hal mudah sebab sistem penilaian yang kita gunakan selama ini sudah terpola dan mengakar yang sulit dirombak, misalnya pihak orang tua yang selama ini sudah terbiasa melihat nilai rapor anaknya dengan rasa kepuasan tersendiri ternyata tidak dapat lagi mereka lihat , guru yang telah terbiasa merancang soal untuk ulangan dan ujian akan menghadapai situasi baru dengan instrument survey dan sebagainya.
Agar hal-hal seperti tidak menjadi kendala maka mulai sekarang guru dan orang tua sudah harus dimulai untuk sosialisasinya. Semoga kebijakan baru ini dapat meningkatkan kualitas dan karakter anak bangsa dimasa depan. Mari kita sambut dengan baik kebijakan ini “Selamat Datang AKM dan SK 2021”
Masa Ujian Nasional sudah hampir habis tinggal menunggu waktu di bulan April 2020. Walaupun belum ada regulasi secara resmi tentang AKM dan SK namun arah untuk perubahan itu sudah hampir pasti karena sudah dimulai sosialisasi dikalangan kepala dinas pendidikan dan tenaga pendidik lainnya pada bulan Desember 2019. Bahkan soal-soal AKM sudah mulai diperkenalkan kepada guru mata pelajaran melalui media oline.
Alasan utama sehingga UN akan diganti dengan AKM dan SK ada beberapa hal yaitu:
- Materi Ujian Nasional UN dirasakan terlalu padat sehingga siswa dan guru cenderung menguji penguasaan konten,bukan kompetensi penalaran
- Ujian Nasional dianggap menjadi beban bagi siswa, guru, dan orang tua karena UN digunakan menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu dimana ujian nasional seharusnya berfungsi untuk pemetaan mutu sistem pendidikan nasional, bukan penilaian siswa
- Ujian Nasional cenderung hanya menilai aspek kognitif dari hasilbelajar, belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh, pada hal karakter siswa sangat berpengaruh kepada keberhasilannya di kemudian hari.
- Kurikulum 2013 yang kita gunakan adalah kurikulum yang berbasis kompetensi maka perlu asesmen yang lebih holistik ntuk mengukur kompetensi peserta didik
- Berdasarkan hal tersebut di atas, Kemendikbud melihat bahwa sistem penilaian di satuan pendidikan perlu diselaraskan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 khususnya pasal 58 ayat 1) dan 2) serta kesesuain dengan kurikulum yang saat ini digunakan.
Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) adalah alat ukur yang mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan para siswa untuk mempelajari materi lain. Kemampuan yang dimaksud mencakup kemampuan literasi dan numerasi ( analisa suatu bacaan untuk memahami konsep dan analisa angka-angka) .
Kata minimal diartikan bahwa tidak semua konten di dalam kurikulum diukur di dalam AKM, akan tetapi yang diukur adalah keterampilan dasar yaitu literasi dan numerasi.
Adapun fungsi AKM adalah untuk memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimal yang ditentukan.
Dengan kata lain fungsi AKM bukan digunakan sebagai laporan hasil belajar kognitif dan keterampilan kepada orang tua peserta didik seperti selama ini, akan tetapi memetakan kompetensi minimal antar sekolah dan daerah.
AKM juga tidak dilaporkan secara individu seperti rapor yang diterima peserta didik sekarang, namun berupa laporan agregat yang fokus kepada peningkatan internal dari waktu kewaktu sehingga bukan komparasi kelompok.
Ditinjau dari segi pelaksanaan AKM tidak dilaksanakan diakhir jenjang akan tetapi dilaksanakan di kelas 4 SD, kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA/SMK, dengan tujuan untuk memberikan waktu bagi peserta didik dan sekolah melakukan perbaikan sebelum lulus dari jenjang sekolah tersebut.
Materi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mencakup literasi dan numerasi . Literasi dan numerasi bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, melainkan kemampuan menggunakan konsep untuk menganalisis sebuah materi.
1. Literasi
Literasi merupakan kemampuan bernalar dengan menggunakan bahasa, kemampuan menganalisa suatu bahan bacaan (teks) dan memahami konsep-konsep untuk dapat digunakan memahami materi lain.
Dengan demikian literasi bukan sekedar keterampilan membaca akan tetapi kemampuan bernalar tentang teks dan angka. Materi literasi nantinya akan diperluas menurut jenisnya seperti: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital,, literasi financial dan literasi budaya dan kewargaan.
Sebagai contoh dalam aspek kompetensi membaca dikategorikan menjadi tiga jenis yang mencakup kemampuan mengungkapkan kembali informasi (retrieving Information), mengembangkan interpretasi (developing an interpretation),merefleksikan dan mengevaluasi teks.
2. Kemampuan Numerik
Merupakan kemampuan bernalar dengan menggunakan matematika. Pengetahuan dan kecakapan untuk: menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari, dan menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.)
Kemudian menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.Numerasi yang dimaksud mencakup Bilangan, Operasi dan perhitungan, Geometrid an pengukuran dan Pengolahan data
Menurut Kemendikbud bahwa soal AKM menyerupai soal PISA ( Programme for International Student Assesment) merupakan studi international tentang penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains peserta didik berusia 15 tahun yang dikoordinasikan oleh OFCD ( Organisation for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris.
Menurut rencana pelaksanaan AKM juga akan melibatkan kerjasama dengan OFCD sehingga pelaksanaan AKM dapat menjamin peningkatan mutu.
B. Survey Karakter (SK)
Survey Karakter (SK) adalah survey yang dilakukan untuk mengukur kondisi ekosistem sekolah lingkungan belajar yang lebih bersifat sosial emosional, serta kualitas proses belajar-mengajar di tiap sekolah sebagai implementasi nilai-nilai dari Pancasila seperti, bagaimana karakter gotong royong berjalan disekolah, apakah toleransi sudah terlaksana dengan baik, kebhinnekaan di sekolah, apakah peserta didik senang dan merasa bahagia dalam belajar maupun berada dilingkungan sekolah dan lain-lain
BACA JUGA: KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS
Untuk dapat mewujudkan AKM dan SK tentu saja bukan hal mudah sebab sistem penilaian yang kita gunakan selama ini sudah terpola dan mengakar yang sulit dirombak, misalnya pihak orang tua yang selama ini sudah terbiasa melihat nilai rapor anaknya dengan rasa kepuasan tersendiri ternyata tidak dapat lagi mereka lihat , guru yang telah terbiasa merancang soal untuk ulangan dan ujian akan menghadapai situasi baru dengan instrument survey dan sebagainya.
Agar hal-hal seperti tidak menjadi kendala maka mulai sekarang guru dan orang tua sudah harus dimulai untuk sosialisasinya. Semoga kebijakan baru ini dapat meningkatkan kualitas dan karakter anak bangsa dimasa depan. Mari kita sambut dengan baik kebijakan ini “Selamat Datang AKM dan SK 2021”
0 komentar:
Post a Comment