Matematika Realistik |
Selain itu dengan belajar matematika siswa dapat memanfaatkan matematika untuk komunikasi dan mengemukakan pendapat. Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru matematika dalam proses pembelajaran idealnya harus mampu mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.
Tidak hanya sekedar peserta didik dapat mengerjakan soal tanpa mengetahui aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya pembelajaran matematika di sekolah belum terkait dengan dunia nyata siswa .
Pembelajaran dominan menghafal rumus yang digunakan untuk latihan menyelesaikan soal sehingga kurang memahami makna dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Karena pembelajaran cenderung berupa hafalan maka siswa mengalami kesulitan memahami matematika di kelas.
Tidak hanya sekedar peserta didik dapat mengerjakan soal tanpa mengetahui aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya pembelajaran matematika di sekolah belum terkait dengan dunia nyata siswa .
Pembelajaran dominan menghafal rumus yang digunakan untuk latihan menyelesaikan soal sehingga kurang memahami makna dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Karena pembelajaran cenderung berupa hafalan maka siswa mengalami kesulitan memahami matematika di kelas.
A. Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika yang realistik dikenal dengan nama matematika kontekstual telah berkembang sejak tahun 1970-an hingga sekarang ini. Di Belanda dikenal dengan nama RME (Realistic Mathematics Education).
Di Amerika berkembang dengan nama CTL (Contextual Teaching Learning in Mathematics) atau CME (Contextual Mathematics Education).
Di Amerika berkembang dengan nama CTL (Contextual Teaching Learning in Mathematics) atau CME (Contextual Mathematics Education).
Pembelajaran matematika realistik atau kontektual di dukung dengan dua alasan pertama, pembelajaran matematika mekanistik yaitu pembelajaran matematika yang berfokus pada prosedur penyelesaian soal belum sepenuhnya dapat disingkirkan.
Pembelajaran matematika realistik berlandaskan pada paham bahwa matematika merupakan kegiatan manusia sehingga teori pembelajaran matematika bukanlah teori yang mandeg. (Suryanto, 2001: 2).
Pendekatan Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pembelajaran matematika secara lebih baik dari pada sebelumnya.
Lingkungan juga dapat diartikan kehidupan sehari-hari peserta didik. Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah konstektual sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Oleh karena itu bersifat kontekstual dilingkungan peserta didik belum tentu konstektual di tempat lain.
B. Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik
Ada tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik yaitu:
1. Prinsip penemuan kembali.
Dalam pembelajaran matematika masalah konstektual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran dalam penyelesaiannya peserta didik diarahkan dan diberi bimbingan, sehinga peserta didik dapat menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika.
Prinsip penemuan kembali ini menyatakan bahwa pengetahuan tidak ditransfer atau diajarkan ke pada peserta didik , melainkan peserta didik sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.
2. Prinsip fenomena pembelajaran.
Prinsip ini menekankan pentingnya masalah konstektual dalam pembelajaran matematika untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada peserta didik.
Guru hendaknya mempertimbangkan aspek kecocokan masalah konstektual yang dipilih untuk disajikan dengan topik matematika yang diajarkan , konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh peserta didik.
Guru hendaknya mempertimbangkan aspek kecocokan masalah konstektual yang dipilih untuk disajikan dengan topik matematika yang diajarkan , konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh peserta didik.
3. Prinsip model-model di bangun sendiri.
Prinsip ini menekankan bahwa model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal.
Dalam menyelesaikan masalah konstektual peserta didik diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah konstektual yang dipecahkan.
Dalam menyelesaikan masalah konstektual peserta didik diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah konstektual yang dipecahkan.
C. Ciri-ciri Pembelajaran Matematika Realistik
Berdasarkan prinsip dan karakteristik model pembelajaran RME maka ada beberapa ciri-ciri dari pendekatan pembelajaran matematika realistik, yakni:
1. Pembelajaran dirancang berawal dari pemecahan masalah yang ada
disekitar peserta didik dan berbasis pengalaman yang telah dimiliki peserta
didik, sehingga mereka tertarik secara pribadi terhadap aktivitas matematika
yang bermakna;
2. Urutan pembelajaran haruslah menghadirkan suatu aktivitas dimana
peserta didik menciptakan dan mengelaborasi model-model simbolik dak aktivitas
matematika mereka secara formal, misalnya menggambar, membuat diagram, membuat
table, atau menggambar notasi informal;
3. Pembelajaran matematika tidak mementingkan langkah-langkah
prosedural (allogaritna) serta keterampilan;
4. Memberi penekanan pada pemahaman konsep dan pemecahan masalah;
5. Peserta didik mengalami proses pembelajaran secara bermakna dan
memahami matematika dengan penalaran;
6. Peserta didik belajar matematika dengan pemahaman secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dari pengetahuan awal;
7. Dalam pembelajaran peserta didik dilatih untuk mengikuti pola
kerja , intuisi, coba-salah-dugaan, spekulasi hasil;
8. Terdapat interaksi yang kuat antara peserta didik yang satu dengan
peserta didik lainnya;
9. Terdapat interaksi yang kuat antara siswa yang seimbang antara
matematisasi horizontal dan matematika vertical. (Nur, 2000:8)
D. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik
Untuk mengatasi masalah di atas maka guru perlu dilatih, menemukan soal-soal yang sesuai dalam arti dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, pengalaman, lingkungan sekolah maupun tempat tinggal.
1. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
kepada peserta didik tentang kehidupan sehari-hari dan kegunaannya bagi
manusia;
2. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
kepada peserta didik cara penyelesaikan suatu soal atau masalah tidak harus
sama dan tidak sama satu dengan yang lainnya;
3. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas
kepada peserta didik dimana matematika adalah suatu bidang kajian yang
dikontruksi dan dikembangkan sendiri oleh peserta didik;
4. Pembelajaran matematika realistik mengutamakan dimana peserta
didik harus melakukan proses dan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep
matematika dengan bantuan guru. (Suarsono, 2005:5)
Sedangkan kelemahan dari
pembelajaran matematika realistik adalah :
1. Tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang
berbagai hal seperti, peserta didik, guru dan peranan sosial atau masalah
konstektual;
2. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong peserta didik agar bisa
menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau masalah matematika;
3. Guru mengalami kesulitan untuk memberi bantuan kepada peserta
didik agar dapat melakukan penemuan kembali konsep-konsep atau prinsip-prinsip
matematika yang akan dibelajarkan;
4. Tidak mudah bagi guru untuk mencari soal-soal yang konstektual
yang terkait dengan materi yang disajikan.
Untuk mengatasi masalah di atas maka guru perlu dilatih, menemukan soal-soal yang sesuai dalam arti dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, pengalaman, lingkungan sekolah maupun tempat tinggal.
F. Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik
1. Memahami dan mempersiapkan masalah kontekstual,
Langkah –langkah dalam pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut:
1. Memahami dan mempersiapkan masalah kontekstual,
Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan
sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
2. Menjelaskan masalah kontekstual,
Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka
guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan
petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian
tertentu dari permasalahan yang belum dipahami;.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual,
Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual
dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih
diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru
memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban,
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa
dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan
interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran.
6. Menyimpulkan,
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
F. Strategi Pembelajaran Matematika Realistik di Kelas
Implementasi pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran di kelas tidak dapat dilepaskan dari berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip yang mendasari model pembelajaran ini. Oleh karena itu, sebelum mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik, guru harus memahami dengan sungguh-sungguh berbagai karakteristik dan prinsip-prinsip tersebut.
Secara umum implementasi pembelajaran matematika realistik di kelas dilakukan dengan:
Secara umum implementasi pembelajaran matematika realistik di kelas dilakukan dengan:
1 Memulai pembelajaran dengan
masalah kontekstual yang diambil dari dunia nyata. Masalah yang digunakan
sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa agar mereka dapat
langsung erlibat dalam situasi yang sesuai dengan pengalaman mereka.
2 Menjembatani dunia abstrak
dan nyata dengan model. Model harus sesuai dengan tingkat abstraksi yang harus
dipelajari siswa. Di sini model dapat berupa keadaan atau situasi nyata
kehidupan siswa, seperti cerita-cerita lokal atau bangunanbangunan yang ada di
tempat tinggal siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari
sekitar siswa.
3. Memberi
keleluasaan siswa menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri
dalam proses mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki
kebebasan mengekspresikan hasil kerja dalam menyelesaikan masalah nyata yang
diberikan guru.
4. Membangun proses
pembelajaran yang interaktif. Interaksi baik antara guru dan siswa maupun
antara siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran
matematika. Di sini siswa dapat berdiskusi dan bekerjasama dengan siswa lain,
bertanya dan menanggapi pertanyaan, serta mengevaluasi pekerjaan.
5. Menghubungkan
bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain, dan dengan masalah
dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan yang saling kait mengait
dalam penyelesaian masalah
G. Tahapan yang perlu dilakukan guru
1. Persiapan
1. Persiapan
a. Pemilihan masalah kontekstual.
Tahap persiapan ini dilakukan dengan menyiapkan masalah kontekstual yang akan digunakan dalam pembelajaran.
Selanjutnya guru menyiapkan skenario pembelajaran yang akan digunakan di kelas. Berbagai strategi yang mungkin dari siswa dalam pembelajaran sebaiknya sudah diantisipasi pada langkah ini, sehingga guru bisa mengendalikan proses pembelajaran di kelas.
b. Pemilihan metode.
Dalam penerapan pembelajaran matematika realistik, metode yang terutama digunakan adalah pemecahan masalah, yang diikuti dengan kerja kelompok, diskusi, dan presentasi. Metode pembelajaran juga dapat diterapkan sepanjang mendukung kerangka kerja penerapan pembelajaran matematika realistik.
c. Pemilihan media dan sumber belajar.
Untuk kelas-kelas pemula biasanya digunakan benda-benda langsung, seperti manik-manik, kelereng, mobil-mobilan, batang korek api dan masih banyak contoh lain. Untuk kelas-kelas lanjutan digunakan media yang lebih formal seperti bagan, garis bilangan dan simbol-simbol lainnya.
d. Rencana pembelajaran.
Penerapan pembelajaran matematika realistik diawali sejak tahap pengembangan silabus, rancangan penilaian, dan RPP. Pada pengembangan silabus, guru harus mampu menjabarkan kurikulum menjadi uraian pembelajaran lebih rinci dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik.
Rancangan penilaian juga merupakan aspek yang penting dicermati. Pada tahap ini, guru harus menskenariokan bagaimana umpan balik selama pembelajaran dengan pembelajaran matematika realistik akan dilakukan.
Penyusunan RPP juga harus sesuai dengan pembelajaran matematika realistik. Guru harus mampu merancang pembelajaran yang menjamin langkah-langkah dasar pembelajaran matematika realistik dilaksanakan dan memberikan hasil seperti yang diharapkan.
2. Pelaksanaan pembelajaran
BACA : RPP DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Secara umum pembelajaran matematika realistik dilaksanakan mengikuti 4 fase, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan.
Secara operasional, Yuwono (2007: 5-6) menjelaskan implementasi embelajaran matematika realistik dalam pembelajaran di kelas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap awal.
Secara garis besar, guru menyampaikan tujuan dan topik yang akan dipelajari oleh siswa. Guru menyampaikan aktivitas yang akan dilalui siswa, misalnya membaca pengantar dilanjutkan mengerjakan masalah kontekstual, negosiasi, konfirmasi, dan penarikan kesimpulan.
Bila diperlukan guru dapat mengingatkan siswa tentang materi prasyarat yang perlu diingat oleh siswa kembali. Bila diperlukan, guru dapat mengecek secara acak tugas.
b. Tahap inti.
Siswa melakukan kegiatan yang telah ditetapkan oleh guru, misalnya membaca pengantar, mengerjakan masalah kontekstual. Siswa dapat bekerja secara individual, pasangan atau dalam kelompok kecil untuk menjawab masalah dalam buku siswa.
Guru berkeliling kelas untuk memberikan pertanyaan pancingan kepada iswa yang membutuhkan. Pertanyaan pancingan itu dapat berupa pertanyaan yang menggiring siswa pada jawaban masalah, pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, memberi petunjuk terbatas agar siswa melihat masalah yang sebenarnya.
Bila siswa telah menemukan suatu rumus, siswa dapat melanjutkan latihan keterampilan prosedural, berupa mengerjakan soal latihan.
c. Tahap akhir.
Guru menunjuk seorang anggota kelompok yang akan menyajikan hasil dislusi kelompok secara kelas (pleno).Peserta didik menyajikan hasil kerjanya dari kerja individual atau kerja kelompok dalam diskusi kelas.
Guru berusaha membimbing siswa untuk memperoleh konsep (algoritma). Pada diskusi kelas dan mengarahkan peserta untuk menyimpulkan hasil diskusi kelas. Siswa mengerjakan latihan keterampilan prosedural berupa soal latihan.
Guru memberikan tugas rumah sebagai bahan latihan untuk menginternalisasi konsep (algoritma) yang telah didapat.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat dilaksan nakan melalui 4 (empat) fase, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan.
Guru diharapkan dapat mengembangkan fase tersebut sesuai dengan kondisi dalam pembelajaran yang dihadapinya. Dengan demikian.
Kesulitan siswa dalam belajar matematika dapat diatasi oleh guru dengan menerapkan pembelajaran matematika realistik di kelas, sehingga matematika tidak lagi dipahami peserta didik sebagai konsep yang abstrak yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Semoga
Secara umum pembelajaran matematika realistik dilaksanakan mengikuti 4 fase, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan.
Secara operasional, Yuwono (2007: 5-6) menjelaskan implementasi embelajaran matematika realistik dalam pembelajaran di kelas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap awal.
Secara garis besar, guru menyampaikan tujuan dan topik yang akan dipelajari oleh siswa. Guru menyampaikan aktivitas yang akan dilalui siswa, misalnya membaca pengantar dilanjutkan mengerjakan masalah kontekstual, negosiasi, konfirmasi, dan penarikan kesimpulan.
Bila diperlukan guru dapat mengingatkan siswa tentang materi prasyarat yang perlu diingat oleh siswa kembali. Bila diperlukan, guru dapat mengecek secara acak tugas.
b. Tahap inti.
Siswa melakukan kegiatan yang telah ditetapkan oleh guru, misalnya membaca pengantar, mengerjakan masalah kontekstual. Siswa dapat bekerja secara individual, pasangan atau dalam kelompok kecil untuk menjawab masalah dalam buku siswa.
Guru berkeliling kelas untuk memberikan pertanyaan pancingan kepada iswa yang membutuhkan. Pertanyaan pancingan itu dapat berupa pertanyaan yang menggiring siswa pada jawaban masalah, pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, memberi petunjuk terbatas agar siswa melihat masalah yang sebenarnya.
Bila siswa telah menemukan suatu rumus, siswa dapat melanjutkan latihan keterampilan prosedural, berupa mengerjakan soal latihan.
c. Tahap akhir.
Guru menunjuk seorang anggota kelompok yang akan menyajikan hasil dislusi kelompok secara kelas (pleno).Peserta didik menyajikan hasil kerjanya dari kerja individual atau kerja kelompok dalam diskusi kelas.
Guru berusaha membimbing siswa untuk memperoleh konsep (algoritma). Pada diskusi kelas dan mengarahkan peserta untuk menyimpulkan hasil diskusi kelas. Siswa mengerjakan latihan keterampilan prosedural berupa soal latihan.
Guru memberikan tugas rumah sebagai bahan latihan untuk menginternalisasi konsep (algoritma) yang telah didapat.
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat dilaksan nakan melalui 4 (empat) fase, yaitu: memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan menyimpulkan.
Guru diharapkan dapat mengembangkan fase tersebut sesuai dengan kondisi dalam pembelajaran yang dihadapinya. Dengan demikian.
Kesulitan siswa dalam belajar matematika dapat diatasi oleh guru dengan menerapkan pembelajaran matematika realistik di kelas, sehingga matematika tidak lagi dipahami peserta didik sebagai konsep yang abstrak yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Semoga
Bahan Bacaan:
Gravemeijer, K. ( 1994) . Developing realistic mathematics education. Utrech CD_Press/ Freudenthal Institute.
Hadi, Sutarto. (2000). Teori Matematika Realistik- The Second Tryout of RME Based Inset 2000. Surabaya: Usaha Nasional
Sutarto, Hadi. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
Suparno, P . (2001), Konstruktivisme Dalam Pendidikan Matematika. Makalah tidak dipublikasikan pada Lokakarya Widyaiswara BPG se- Indonesia tanggal 27 Maret s.d 29 April 2001 di PPPG Matematika Yokyakarta.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
0 komentar:
Post a Comment