A. KonsepTeaching Factory
Teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi atau jasa melalui sinergi dengan DUDI untuk menghasilkan lulusan yang kompoten sesuai dengan kebutuhan pasar.
Model pembelajaran berbasis industri berarti setiap produk dari praktik yang dihasilkan adalah sesuatu yang berguna dan bernilai ekonomi atau daya jual dan diterima di pasar.
Teaching factory (TeFa) menjadi sarana penghubung untuk kerja sama antara sekolah dan dunia industri. Proses pembelajaran, produk dan jasa yang dihasilkan mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri.
Pelaksanaan teaching factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Selain itu bantuan dari pemerintah daerah dan stakeholder dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya sangat diperlukan.
Sesuai dengan buku panduan teaching factory oleh Direktorat PMK dalam implementasinya dibagi atas 4 model yang dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA.
Empat model tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model Dual Sistem
Medel Dual Sistem adalah bentuk praktik kerja industri yaitu pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience-based training atau enterprise-based training.
2. Model Competency-Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi
Competency Based Training merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Pada model ini, penilaian dirancang untuk dapat memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh.
3. Model Production-Based Education and Training (PBET)
Model PBET merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimiliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat).
4. Model Teaching Factory
Model teaching factory adalah konsep pembelajaran berbasis produksi (barang dan atau jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar.
B. Tujuan model pembelajaran Teaching Factory di SMK
1. Mempersiapkan lulusan SMK menjadi pekerja dan wirausaha;
2. Membantu peserta didik memilih bidang kerja yang sesuai dengan kompetensinya;
3. Menumbuhkan kreativitas peserta didik melalui learning by doing;
4. Memberikan keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja;
5. Memperluas cakupan kesempatan rekruitmen bagi lulusan SMK;
6. Membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja, serta membantu menjalin kerja sama dengan dunia kerja yang aktual, serta
7. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melatih keterampilannya agar dapat membuat keputusan tentang karier yang akan dipilih.
Tujuan yang selaras tentang pembelajaran teaching factory (Sema E. Alptekin, Reza Pouraghabagher, Patricia Mc Quaid, and Dan Waldorf, 2001) adalah:
1. Menyiapkan lulusan yang lebih profesional melalui pemberian konsep manufaktur modern agar secara efektif dapat berkompetitif di industri.
2. Meningkatkan pelaksanaan Kurikulum SMK yang berfokus pada konsep manufaktur modern.
3. Menunjukan solusi yang layak pada dinamika teknologi dari usaha yang Terpadu.
4. Menerima transfer teknologi dan informasi dari industri pasangan terutama pada aktivitas peserta didik dan guru saat pembelajaran.
Dari uraian diatas terlihat betapa pentingnya SMK menerapkan model pembelajaran teaching factory karena sesuai dengan tujuan SMK. Memang dibutuhkan kemampuan kewirausahaan dan manajerial kepala sekolah agar model tersebut dapat dimplementasikan.
Baca Juga: Bagaimana Melakukan Penilaian Portofolio?
C. PrinsipTeaching Factory di SMK
Perangkat pembelajaran dirancang berbasis produk/jasasesuaidengan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
1. Siswa terlibat sepenuhnya secara langsung dalam proses pembelajaran berbasis produksi, sehingga kompetensi siswa terbangun melalui pengalaman pribadi dalam membuat, mengerjakan dan atau menyelesaikan produk/jasa berdasarkan standar, aturandannorma-normakerja di DUDI.
2. Sesuai dengan tingkatannya, perangkat pembelajaran dirancang dengan berorientasi pada pembuatan produk/jasa sesuai faktor psikologi peserta didiknya sehingga mampu meningkatkan kompetensi, meningkatkan kesiapan kerja dan membangun karakter kerja serta peserta didik sesuai kebutuhan DUDI.
3. Sertifikasi kompetensi siswa dapat atau dimungkinkan dirterbitkan disetiap tingkatan kompetensinya sesuai dengan produk/jasa yang telah diselesaikan.
4. Fungsi dan keberadaan semua sumber daya sekolah dari fasilitas, tenaga pengajar, staff, bahan dan tata kelola dikondisikan/difungsikan untuk membangun lingkungan dan suasana DUDI atau tempat kerja/usaha yang sebenarnya.
5. Pelaksanaan kegiatan produksi atau layanan jasa bersifat nirlaba/non-profit karena merupakan bagian dari proses pembelajaran TeFa yang dilakukanoleh siswa.
6. Pemanfaatan produk/jasa pembelajaran berbasis TeFa dilakukan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
D. Sintaksis Teaching Factory
Pembelajaran teaching factory tersedia dua pilihan sintaks menggunakan sintaksis PBET/PBT atau dapat juga menggunakan sintaksis yang diterapkan di Cal Poly-San Luis Obispo USA (Sema E. Alptekin, 2001) dengan langkah-langkah:
1. Merancang produk
Peserta didik membuat rancangan produk baru gambar, program komputer
2. Membuat prototipe
Membuat sebuah produk contoh atau tester yang sesuai dengan spesifikasi produk
3. Memvalidasi dan memverifikasi prototipe
Melakukan validasi dan verivikasi terhadap hasil produknya sehingga mendapat persetujuan /pengesahan siap produksi
4. Membuat produk masal.
Mereka membuat target produk dan desain jadwal serta deadline sehingga produk dapat dikerjakan sesuai dengan tenggang waktu.
Berdasarkan hasil penelitian, Dadang Hidayat (2011) mengembangkan langkah-langkah pembelajaran Teaching Factory sebagai berikut:
1. Menerima order
Dalam sesi ini peseta didik mendapatkan order yang dapat berhubungan lansung dengan pembeli tentang produk yang mereka inginkan.
Untuk memperoleh hal tersebut guru Membimbing mereka untuk dapat berkomunikasi dengan baik , santun , ramah serta bersedia untuk menulis masukan positif maupun negative.
2. Menganalisis order
Dalam tahap ini peserta didik diharapkan dapat melakukan analisa untuk semua pesanan baik berupa produk, jasa sesuai denga spesifikasi yang ditetapkan , bahan harga dan deadline yang ditetapkan.
3. Menyatakan kesiapan mengerjakan order
Peserta didik menyatakan kesiapan dalam melaksanakan order yang sebelumnya telah dianalisis . Dalam hal ini diuji rasa tanggungjawab yang tinggi
4. Mengerjakan order
Peserta didik mengerjakan order sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan samai menghasilkan produk atau jasa sesuai dengan spesifikasi.
5. Mengevaluasi produk
Tahap ini diminta peserta didik melakukan evaluasi hasil produk atau jasa dan dibandingkan dengan standar yang ditentukan apakah sudah terpenuhi atau belum.
6. Menyerahkan order
Tahap terakhir produk atau jasa yang dihasilkan seterlah dilakukan evaluasi dengan cermat, maka dilanjutkan pengiriman produk kepada konsumen. Dengan terpenuhinya standar-standar yang disepakati bersama maka akan membuat konsumen merasa puas.
Kesimpulan :
Model pembelajaran teaching factory adalah model pembelajaran yang khusus di SMK dengan kelompok mata pelajaran produktif. Model pembelajaran ini tidak seperti model pembelajaran yang lain, tidak bisa seorang guru melakukannya harus melibatkan beberapa orang guru, sekolah, pemerintah daerah dan dunia industri.
Baca juga: Model-Model Pembelajaran Kreatif di SMK
Oleh sebab itu sangat dibutuhkan kemampuan kepala sekolah dalam menjalin kerja sama dengan dunia industri sekaligus memahami berbagai regulasi sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Teaching factory adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi atau jasa melalui sinergi dengan DUDI untuk menghasilkan lulusan yang kompoten sesuai dengan kebutuhan pasar.
Model pembelajaran berbasis industri berarti setiap produk dari praktik yang dihasilkan adalah sesuatu yang berguna dan bernilai ekonomi atau daya jual dan diterima di pasar.
Teaching factory (TeFa) menjadi sarana penghubung untuk kerja sama antara sekolah dan dunia industri. Proses pembelajaran, produk dan jasa yang dihasilkan mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri.
Pelaksanaan teaching factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Selain itu bantuan dari pemerintah daerah dan stakeholder dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya sangat diperlukan.
Sesuai dengan buku panduan teaching factory oleh Direktorat PMK dalam implementasinya dibagi atas 4 model yang dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA.
Empat model tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model Dual Sistem
Medel Dual Sistem adalah bentuk praktik kerja industri yaitu pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience-based training atau enterprise-based training.
2. Model Competency-Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi
Competency Based Training merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Pada model ini, penilaian dirancang untuk dapat memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh.
3. Model Production-Based Education and Training (PBET)
Model PBET merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimiliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat).
4. Model Teaching Factory
Model teaching factory adalah konsep pembelajaran berbasis produksi (barang dan atau jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar.
B. Tujuan model pembelajaran Teaching Factory di SMK
1. Mempersiapkan lulusan SMK menjadi pekerja dan wirausaha;
2. Membantu peserta didik memilih bidang kerja yang sesuai dengan kompetensinya;
3. Menumbuhkan kreativitas peserta didik melalui learning by doing;
4. Memberikan keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja;
5. Memperluas cakupan kesempatan rekruitmen bagi lulusan SMK;
6. Membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri menjadi tenaga kerja, serta membantu menjalin kerja sama dengan dunia kerja yang aktual, serta
7. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melatih keterampilannya agar dapat membuat keputusan tentang karier yang akan dipilih.
Tujuan yang selaras tentang pembelajaran teaching factory (Sema E. Alptekin, Reza Pouraghabagher, Patricia Mc Quaid, and Dan Waldorf, 2001) adalah:
1. Menyiapkan lulusan yang lebih profesional melalui pemberian konsep manufaktur modern agar secara efektif dapat berkompetitif di industri.
2. Meningkatkan pelaksanaan Kurikulum SMK yang berfokus pada konsep manufaktur modern.
3. Menunjukan solusi yang layak pada dinamika teknologi dari usaha yang Terpadu.
4. Menerima transfer teknologi dan informasi dari industri pasangan terutama pada aktivitas peserta didik dan guru saat pembelajaran.
Dari uraian diatas terlihat betapa pentingnya SMK menerapkan model pembelajaran teaching factory karena sesuai dengan tujuan SMK. Memang dibutuhkan kemampuan kewirausahaan dan manajerial kepala sekolah agar model tersebut dapat dimplementasikan.
Baca Juga: Bagaimana Melakukan Penilaian Portofolio?
C. PrinsipTeaching Factory di SMK
Perangkat pembelajaran dirancang berbasis produk/jasasesuaidengan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
1. Siswa terlibat sepenuhnya secara langsung dalam proses pembelajaran berbasis produksi, sehingga kompetensi siswa terbangun melalui pengalaman pribadi dalam membuat, mengerjakan dan atau menyelesaikan produk/jasa berdasarkan standar, aturandannorma-normakerja di DUDI.
2. Sesuai dengan tingkatannya, perangkat pembelajaran dirancang dengan berorientasi pada pembuatan produk/jasa sesuai faktor psikologi peserta didiknya sehingga mampu meningkatkan kompetensi, meningkatkan kesiapan kerja dan membangun karakter kerja serta peserta didik sesuai kebutuhan DUDI.
3. Sertifikasi kompetensi siswa dapat atau dimungkinkan dirterbitkan disetiap tingkatan kompetensinya sesuai dengan produk/jasa yang telah diselesaikan.
4. Fungsi dan keberadaan semua sumber daya sekolah dari fasilitas, tenaga pengajar, staff, bahan dan tata kelola dikondisikan/difungsikan untuk membangun lingkungan dan suasana DUDI atau tempat kerja/usaha yang sebenarnya.
5. Pelaksanaan kegiatan produksi atau layanan jasa bersifat nirlaba/non-profit karena merupakan bagian dari proses pembelajaran TeFa yang dilakukanoleh siswa.
6. Pemanfaatan produk/jasa pembelajaran berbasis TeFa dilakukan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
D. Sintaksis Teaching Factory
Pembelajaran teaching factory tersedia dua pilihan sintaks menggunakan sintaksis PBET/PBT atau dapat juga menggunakan sintaksis yang diterapkan di Cal Poly-San Luis Obispo USA (Sema E. Alptekin, 2001) dengan langkah-langkah:
1. Merancang produk
Peserta didik membuat rancangan produk baru gambar, program komputer
2. Membuat prototipe
Membuat sebuah produk contoh atau tester yang sesuai dengan spesifikasi produk
3. Memvalidasi dan memverifikasi prototipe
Melakukan validasi dan verivikasi terhadap hasil produknya sehingga mendapat persetujuan /pengesahan siap produksi
4. Membuat produk masal.
Mereka membuat target produk dan desain jadwal serta deadline sehingga produk dapat dikerjakan sesuai dengan tenggang waktu.
Berdasarkan hasil penelitian, Dadang Hidayat (2011) mengembangkan langkah-langkah pembelajaran Teaching Factory sebagai berikut:
1. Menerima order
Dalam sesi ini peseta didik mendapatkan order yang dapat berhubungan lansung dengan pembeli tentang produk yang mereka inginkan.
Untuk memperoleh hal tersebut guru Membimbing mereka untuk dapat berkomunikasi dengan baik , santun , ramah serta bersedia untuk menulis masukan positif maupun negative.
2. Menganalisis order
Dalam tahap ini peserta didik diharapkan dapat melakukan analisa untuk semua pesanan baik berupa produk, jasa sesuai denga spesifikasi yang ditetapkan , bahan harga dan deadline yang ditetapkan.
3. Menyatakan kesiapan mengerjakan order
Peserta didik menyatakan kesiapan dalam melaksanakan order yang sebelumnya telah dianalisis . Dalam hal ini diuji rasa tanggungjawab yang tinggi
4. Mengerjakan order
Peserta didik mengerjakan order sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan samai menghasilkan produk atau jasa sesuai dengan spesifikasi.
5. Mengevaluasi produk
Tahap ini diminta peserta didik melakukan evaluasi hasil produk atau jasa dan dibandingkan dengan standar yang ditentukan apakah sudah terpenuhi atau belum.
6. Menyerahkan order
Tahap terakhir produk atau jasa yang dihasilkan seterlah dilakukan evaluasi dengan cermat, maka dilanjutkan pengiriman produk kepada konsumen. Dengan terpenuhinya standar-standar yang disepakati bersama maka akan membuat konsumen merasa puas.
Kesimpulan :
Model pembelajaran teaching factory adalah model pembelajaran yang khusus di SMK dengan kelompok mata pelajaran produktif. Model pembelajaran ini tidak seperti model pembelajaran yang lain, tidak bisa seorang guru melakukannya harus melibatkan beberapa orang guru, sekolah, pemerintah daerah dan dunia industri.
Baca juga: Model-Model Pembelajaran Kreatif di SMK
Oleh sebab itu sangat dibutuhkan kemampuan kepala sekolah dalam menjalin kerja sama dengan dunia industri sekaligus memahami berbagai regulasi sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Kemdikbud. (2018) .Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan: Jakarta : Kemdikbud.
Bahan Bacaan:
Kemdikbud.(2017). Pedoman Pembelajaran Pada Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan: Jakarta : Kemdikbud.
0 komentar:
Post a Comment